larangan menimbun dan monopoli-akhlak tercela


A. LARANGAN MENIMBUN DAN MONOPOLI

1. Larangan Terhadap Tengkulak

عَنْ طَا وُسٍ عَنِ ابْنِ عَبَّا سٍ قَلَ: قَلَ رسول الله صلّى الله عليه وسلم :لاَ تَلَقُّو ا الرُّكَّا بَ وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرُ‘ لِبَادٍ, قُلْتُ لاِبْنِ عَبَّاسٍ: مَاقُوْلُهُ: وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرُ‘ لِبَادٍ,قَلَ: لاَيَكُنُ لَهُ سِمْسَارًا.(متفق عليه والفظ للبخارى)

“Dari thawus dari Ibnu abbas ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “ Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kotamenjual buat orang desa.” saya bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orang-orang kota menjualkan buat orang desa,” Ia menjawab: “Artinya janganlah ia menjadi perantara baginya.” (Muttafaq alaih , tetapi lafazh tersebut dari bukhari).
Kita ketahui dalam sejarah, bahwa masyarakat arab banyak mata pencariannya sebagai pedagang. Mereka berdagang dari negeri yang satu kenegeri yang lain. Ketika mereka kembali, mereka membawa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh penduduk ma’kah. Mereka dating bersama rombongan besar yang disebut kafilah. Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang tersebut karena harganya murah.
Oleh karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka. Para tengkulak tersebut menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal.
Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam.
Rasulullah saw bersabda:
إذَا تَبَا يَعَ الرَّجُلاَ نِ فَكُلُّ وَاحِدٍمِنْهُمَا بِلْخِيَرِمَالَمْ يَتَفَرَّقَ وَكَانَا جَمِيْعًا أوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا اْلاَخَرَ, فَإِنُْ خَيَّرَاحَدُهُمَااْلاَخَرَ,فَإِنْ خَيِّرَاَحَدُهُمَاهُمَااْلاَخَراْلاَخَرَفَتَبَا يَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْوَزَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ تَفَرَّقَ بَعْدَ أَنْ يَتَبَا يَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدُ‘مِنْهُمَا َالبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَاالْبَيْعُ.
“apabila dua orang saling jual beli, maka keduanya memiliki hak memilih selama mereka berdua belum berpisah, dimana mereka berdua sebelumnya masih bersama atau selama salah satu dari keduanya memberikan pilihan kepada yang lainnya, maka apabila salah seorang telah memberikan pilihan kepada keduanya, lalu mereka berdua sepakat pada pilihan yang diambil, maka wajiblah jual beli itu dan apabila mereka berdua berpisah setelah selesai bertransaksi, dan salah satu pihak diantara keduanya tidak meninggalkan transaksi tersebut, maka telah wajiblah jual beli tersebut. (diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim, sedangkan lafaznya milik muslim).
Dalam hadits tersebut jelaslah bahwa islam mensyari’atkan bahwa penjual dan pembeli agar tidak tergesa-gesa dalam bertransaksi, sebab akan menimbulkan penyesalan atau kekecewaan. Islam menyari’atkan tidak hanya ada ijab Kabul dalam jual beli, tapi juga kesempatan untuk berpikir pada pihak kedua selama mereka masih dalam satu majlis.
Menurut Hadawiyah dan Asy-syafi’I melarang mencegat barang diluar daerah, alasannya adalah karena penipuan kepada kafilah, sebab kafilah belum mengetahui harganya.
Malikiyah, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa mencegat para kafilah itu dilarang, sesuai dengan zahir hadits.
Hanafiyah dan Al-Auja’I membolehkan mencegat kafilah jika tidak mendatangkan mudarat kepada penduduk, tapi jika mendatangkan mudarat pada penduduk, hukumnya makruh.

2. Larangan Menimbun Barang Pokok/ Monopoli Barang.
Sabda Rasulullah SAW:
وَ عَنْ مَعْمَرِ بْن ِعَبْدِ اللهِ – رَضِيَ الله عَنْهُ-عَنْ رَسُوْ الله صَلى الله عَليْهِ وَسَلم قالَ (لا يَحْتكِرُ إلاخَاطِىءُ).رواه أحمد.
“Dari Ma’mar Bin Abdullah RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:” Tidaklah orang yang menimbun barang (monopoli) kecuali orang yang bersalah”(HR Muslim).

Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijula kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga. Ini merupakan pengertian secara terminologi.
Kata al-Khaati’; Ar-Raqhib berkata“Al-khata’adalah merubah arah.
Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si Pembeli.
Para ulama membagi monopoli kedalam dua jenis:
1. Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat,
Sabda Rasulullah, riwayat Al-Asram dari Abu Umamah:
أَنْ النبيُ صَلى الله عَليهِ وسلم نهَى أنْ يَحْتكِرُالطٌعَا مَ.
Artinya:
“Nabi SAW melarang monopoli makanan”
Jenis inilah yang dimaksud dalam hadis bahwa pelakunya bersalah, maksudnya bermaksiat, dosa dan melakukan kesalahan.
2. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.

Sehubungan dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah disebutkan sejumlah hadis diantaranya:
– Hadits Umara dari Nabi SAW
مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya:
“Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
– Diriwayatkan Ibnu Majah dengan Sanad Hasan
اَجَالْ لِبُ مَرْزُوْقُ وَالمُحْتَكِرُمَلْعُوْنُ
“orang yang mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang menimbun akan dilaknat”
– Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW

مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئَُ
Artinya:
“Barang siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan dosa.”

– Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW:

مَنْ احْتَكَرَطَعَمًاأرْبَعِيْنَ لَيْلة فَقَدْبَرِىءَمِنَ اللهَ وَبَرِىءَ مِنْهُ
Artinya:
“Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari padanya”
Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
1. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun
2. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
3. Menimbun itu dilakuakn saat manusia sangat membutuhkan

B. TINGKAH LAKU TERCELA
1. Buruk Sangka
عَنْ ابي هريره رَضي الله عنه قل :قل رسول الله صللى عليه وسلم : إيَا كُمْ وَ الظٌنٌ، فَإنٌ الظَنٌ أكْذَبُ الحَديثِ,وَلاَتجَسٌسُوا,ولاتَبَاغَضُواوَلا تَدَابَرُوْاوَكوْنواعِبَاداللهِ إخْوَانًاكَمَا أمََرَكُمُ اللهَ تَعَلَى,المُسلِمِ لايَظْلِمَُهُ ولاَيَخْذُلُهُ وَلاَيحقِرُهُ,بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشٌرٌِأنْ يَحْقِرَأخَاهُ الْمُسْلِمُ,كُلٌ المُسْلِمُ على المُسلِمِ حَرَا مً:دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرُضُهُ,إنٌ اللهَ لاَيَنْظُرُإلَى أجْسَادِكُمْ وَلاَإلَى صُوَرِكُمْ,وَلَكِنْ يَنْظُرُإلَى قُلوْبِكُمْ وَأعْمَالِكُمْ,التٌقْوَى هَهُنا,وَيْشِيرُإلَى صَدْرِهِ.(روالبخارىومسلم)
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: Hati hatilah (jangan) buruk sangka, karena sesungguhnya buruk sangka itu adalah berita yang paling dusta; janganlah memata-matai (mencari kesalahan); jangan mencari inforinasi; jangan saling men¬dengki; jangan saling memarahi; dan jangan saling bermusuhan. Kamu semuanya hamba Allah yang bersaudara, sebagai¬mana telah diperintahkan oleh Allah. Seorang muslim menjadi saudara muslim Yang lain, tidak menzaliminya, menelan¬tarkannya dan tidak menghinanya. Sese¬orang dianggap telah melakukan suatu kejahatan, (yaitu orang) yang menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya, haram darahnya, hartanya dan nama baiknya (kehor¬matannya). Sesungguhnya Allah tidak melihat jasadmu, dan tidak (pula) rupamu, tetapi Allah melihat hatimu dan amalanmu. Takwa (berada) di sini, takkwa (berada) di sini, takwa (berada) di sini, sambil menunjuk dadanya. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Buruk sangka adalah menduga-duga orang lain melakukan sesuatu yang jelek atau tercela, tanpa ada sebab dan dasar yang kuat. Biasanya orang buruk sangka itu, alasannya dibuat-buat. Mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya adalah dusta. Hal ini berarti, bahwa dusta yang paling jelek, adalah su’uzzon (buruk sangka) kepada seseorang. Perbuatan tersebut dilarang oleh Allah sebagaimana firman-Nya:
                            •   •    
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”(al-hujurat:12).

Orang yang buruk sangka berdosa, dan orang yang berdosa akan mendapat azab dari Allah. Dilihat dari segi apa pun, buruk sangka itu tetap tidak baik, bahkan membinasakan diri sendiri dan merusak nama baik orang lain.
2. Gibah Dan Buhtan
Sabda nabi saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضي الله عنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَدْرُونَ بِا لْغِيبَةُ ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرِهُ قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَهُ.( رواه مسلم)
“abu hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda, Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim)

– Imam al-Raghib mengatakan bahwa ghibah adalah “Seseorang menceritakan aib orang lain tanpa ada keperluan”.
– Menurut Imam al-Ghazaly, ghibah adalah “menceritakan seseorang dengan sesuatu yang tidak disukainya andaikan hal itu sampai padanya”.
– Imam Nawawi mendefinisikannya dengan “Menceritakan seseorang pada saat dia tidak ada dengan sesuatu yang tidak disukainya”. Definisi yang diberikan para ulama meskipun beragam, semuanya berdasarkan hadis Rasulullah:
– Dari beberapa pengertian gibah ini, pemakalah mengambil kesimpulan bahwa gibah ialah “Menceritakan seseorang pada saat dia tidak ada dengan sesuatu yang tidak disukai tanpa ada tujuan yang diperbolehkan oleh syariat,sekalipun itu benar adanya”.
Berdasarkan pengertian di atas bahwa ghibah jika ada tujuan yang diperbolehkan syara’ maka hal itu boleh saja dan tidak tergolong ghibah yang dilarang oleh agama. Di antara tujuan-tujuan yang diperbolehkan itu adalah:
1. Melaporkan penganiayaan, Seorang yang dianiaya, berhak melaporkan penganiayaan terhadap aparat yang berwenang, baik presiden, hakim atau siapa saja yang memiliki wewenang untuk menangani kasus tersebut.
2. Minta tolong untuk merubah kemunkaran. Menggunjing diperbolehkan pula diwaktu meminta pertolongan agar sebuah kemunkaran dapat diubah atau agar seorang yang melakukan maksiat atau kesalahan itu dapat diarahkan ke jalan yang baik kembali.
3. Meminta fatwa
4. Mengingatkan penipuan atau menakut-nakuti
5. Menanyakan seseorang yang lebih dikenal dengan gelarnya. Menggunjing dengan menyebutkan gelar (negatif) yang lebih dikenal dari pada namanya sendiri itu diperbolehkan dan hal itu banyak terjadi dalam kalangan ulama-ulama besar Islam semisal al-A’masy, al-A’ma, al-A’raj dan gelar-gelar yang menjurus negatif akan tetapi tujuan menyebutkan hanya sebatas pengenalan bukan atas dasar menjatuhkan atau mencela. Jika bukan tujuan di atas, maka menyebutkan sifat atau gelar mereka termasuk ghibah yang dilarang oleh syara’.
6. Menceritakan orang yang sudah dikenal jahat.
Dari hadits rasulullah saw dapat dsimpulkan bahwa buhtan dapat dikatakan sama dengan fitnah, karena fitnah ini juga memiliki banyak makna, seperti yang dituliskan dalam buku akhlak social muslim, prilaku pribadi muslim, Al-Qur’an menyebutkan kata fitnah pada 34 tempat, dan digunakan untuk arti yang berbeda-beda. Tidak terhitung pula banyaknya hadits nabi Muhammad saw yang mengutuk pelaku-pelaku fitnah. Dalam kitab shahih Bukhori saja, memuat 78 hadits tentang fitnah.
Kejujuran adalah merupakan sifat mulia yang dapat memberi dampak positif sehingga nantinya akan melahirkan sifat terpercaya. Tetapi sebaliknya, sifat dusta akan mendatangkan dampak negatife bagi pelakunya.
Adapun cara tobat bagi orang yang melakukan buhtan, yakni berkata bobong atau memfitnah seseorang adalah sebagai berikut:
1. menarik kembali kabar bohong yang disampaikannya dahulu.
2. meminta maaf kepada orang yang difitnah.
3. meminta ampunan kepada Allah atas perbuatannya(buhtan), karena buhtan termasuk dosa besar yang sejajar dengan menyembah berhala, sebagaimana firman Allah SWT:
                          
“Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. dan telah Dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”
C. Larangan Berbuat Boros (Konsumtif)

عَنْ ابي هريره رَضي الله عنه قل :قل رسول الله صللى الله عليه وسلم :إنَّ اللهَ تَعَلىَ يَرْضَ لَكُمْ ثَلاَ ثا وَيُكْرِهُ لَكُمْ ثلاَ ثاً فَيَرْضَ لَكُم أَنْ تَعْبُدُهُ وَلاَتُشْرِ كُوْا بِهِ شَيْأ وَأنْ تَعْصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تفَرَّ قُوْا ويُكْرِهُ لَكُمُ قِيْلَ وَقَا لَ وَكَثْرَةُ السُّوءَالِ وَاِضَاعَةُالمَالِ.

“Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT. Menyukai tiga macam yaitu, kalau kamu menyembah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Dan supaya kamu ber pegang teguh dengan ikatan Allah, dan janganlah bercerai-cerai. Dan dia membenci bila kamu banyak bicara dan banyak bertanya dan memboroskan harta.”
1. Allah membenci hambanya bertanya yang tidak berguna
Belum tentu bila seseorang semakin banyak bertanya maka ilmu dan pengetahuan orang tersebut semakin luas. Kecuali jika yang ditanyakan tersebut adalah hal yang berhubungan dengan ilmu atau hal-hal yang berguna.
Terkadang banyak orang yang bertanya, bukan karena untuk menambah pengetahuannya, tetapi untuk memperolok-olok orang lain untuk mengetes pengetahuan orang lain atau mengukur sejauh mana pengetahuan orang yang ditanay itu, dan si penanya sudah mengetahui jawabannya. Jika yang ditanya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut maka sipenanya akan merasa sangat senang dan sombong.
Ada juga bertanya mengenai ketetapan agama yang tidak dapat di utak-atik lagi. Seperyi tentang masalah aqidah, bilangan shalat, keharaman zina, dan lain-lain. Menurut sebagian ilmuwan kontemporer, salah satu kelemahan umat islam adalah mempertanyakan dan mengutak-atik ajaran islam yang qath’i.
Bahaya tentang banyak bertanya sebagaimana hadist nabi:
عَنْ ابي هريره رَضي الله عنْهُ أنَّ النبيَ الله صللى عليه وسلم : دَعُوْنِيْ مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُوءَالِهِمْ وَاخْتِلا فِهِمْ عَلىَ أ ْنبِيا ئِهِمْ فَإِذانَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءِ فَا جْتَنِبُوهُ وَإِذاأَمَرَتُكُمْ بِأَمرٍ فَأ تَوْامِنْهُ مَااسْتَطَعْتُمْ.)َ روالبخارىومسلم)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari nabi SAW, ia berkata, “Hentikanlah (menanyai) ku tentang apa yang aku abaikan untuk kalian. Sesungguhnya umat yang sebelum kalian telah binasa hanya di sebabkan mereka banyak bertanya dan mendebat para nabi mereka. Jika aku melarang kalian tentang sesuatu maka jauhilah, dan jika aku memerintahkan kalian terhadap sesuatu maka lakukanlah semampu kalian .” (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim).

Kaum muslimin diajari oleh Rasulullah untuk efisien dalam bertanya, sehingga hanya yang penting saja, tidak menanyakan pertanyaan yang tidak berguna, ditakukan nanti akan keluar jawaban tentang perintah yang memberatkan, yang akibatnya adalah malah tidak menaati perintah itu.
Sudah saatnya umat islam bersatu kembali dan membuat berbagai penelitian atau mempertanyakan berbagai hala yang akan mendatangkan kemaslahatan bagi umat islam.
2. Boros
Pemborosan merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang terhadap hal-hal yang tidak perlu sehinga merugikan diri sendiri dan keluarga. Umat islam juga mencela orang yang suka memboroskan uangnya terhadap hal-hal yang tidak berguna. Sifat pemurah tidak boleh berlebihan sehingga menelantarkan dirinya dan keluarganya.
Perbuatan boros juga dilakukan oleh orang yang pas-pasan. Tidak sedikit mereka memboroskan uangnya untuk hal-hal yang terlarang. Hidup boros merupakan ajakan setan yang selalu menggoda manusia agar menjadi temannya sebagaimana firman Allah SWT.
         •  •          
“ dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Terlihat jelas boros merupakan perbuatan tercela yang tidak disukai oleh Allah SWT, juga dibenci oleh mereka yang lebih membutuhkannya. Setiap muslim selalu mengingat bahwa dalam hartanya terdapat milik orang lain yang dititipkan oleh Allah SWT kepadanya.
Di hadis lain juga disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرْ عنْ النبيُ صللى الله عليه وسلم قَلَ :السَمْعُ وَالطّاعَةُ عَلىَ الْمَرْءِ المُسْلِمِ فِيْمَا أحَبَّ وَكَرِهَ مَالَمْ يَؤْمَرْ بِمَعْصِيَةِ فَإِذَاأُ مِرَ بِمَعْصِيَةِ فَلاَ سَمْعَ ولاَ طَاعَةَ.( روالبخارى)

“Dari Abdul bin Umar, dari nabi SAW, “ (Keharusan) mendengar dan taat atas orangMuslim itu bergantung terhadap apa yang ia senangi dan benci, selama belum di perintah kan untuk berbuat maksiat. Bila kemudian diperintahkan untuk berbuat maksiat maka tidak ada lagi (Keharusan untuk) mendengar dan taat.”(Diriwayatkan Al-bukhari)”.

Membelanjakan hartanya bukan pada bidang yang ditentukan syara’ termasuk bidang-bidang yang tidak memberikan kemaslahatan agama, dunia, atau tidak juga membendung datangnya bahaya.

KESIMPULAN

1. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam.
2. Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijula kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga.
a. Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat.
b. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
3. Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
a. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun.
b. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
c. Menimbun itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan
4. Buruk sangka adalah menduga-duga orang lain melakukan sesuatu yang jelek atau tercela, tanpa ada sebab dan dasar yang kuat.
5. gibah ialah “Menceritakan seseorang pada saat dia tidak ada dengan sesuatu yang tidak disukai tanpa ada tujuan yang diperbolehkan oleh syariat,sekalipun itu benar adanya”.
6. cara tobat bagi orang yang melakukan buhtan, yakni berkata bobong atau memfitnah seseorang adalah sebagai berikut:
a. menarik kembali kabar bohong yang disampaikannya dahulu.
b. meminta maaf kepada orang yang difitnah.
c. meminta ampunan kepada Allah atas perbuatannya(buhtan),
7. Pemborosan merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang terhadap hal-hal yang tidak perlu sehinga merugikan diri sendiri dan keluarga.

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar